Pemurnian dan Pembaharuan di Dunia Muslim


BAB  I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pemurnian dan pembaharuan islam. Pertama faktor internal, yaitu faktor kebutuhan pragmatis umat islam yang sangat memerlukan satu sistem yang betul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini, kami lebih menekankan pada kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang, sebab-sebab kemunduran islam, perlunya pemurnian dan pembaharuan, serta tokoh-tokoh pembaharu dalam dunia islam.

1.2      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut.
1.      Apa saja kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang ?
2.     Apa sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam ?
3.     Mengapa perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam ?
4.  Siapa saja kah tokoh-tokoh pembaharu dunia islam?




1.3    Tujuan Penulisan

1.     Untuk mengetahui kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang.
2.  Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam.
3.     Untuk mengetahui perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam.
4.  Untuk mengetahui tokoh-tokoh pembaharu dunia islam
































BAB  II
PEMBAHASAN

2.1  Kemajuan Peradaban Islam Dalam Berbagai Bidang

Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata lain peradaban Islam bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di dunia dan di akhirat.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Islam dalam menegakkan peradabannya tidak hanya memandang satu sisi kehidupan dunia dengan pencapaian kebudayaan yang dapat memajukan peradabannya, akan tetapi juga memperhatikan prinsip pencapaian kebahagiaan kehidupan akhirat, dengan memberikan ajaran dengan cara berkehidupan yang bermoral dan santun dalam memandang keberagaman dunia.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan. Namun dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat kesatuan yang amat mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam, sebagaimana hal tersebut telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban itu, dan membimbing alur sejarahnya selama berabad-abad.
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang telah diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun penyebaran Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari metode dan sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi (seperti yang dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir, Persia, dll.), diplomasi politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan wilayah.
Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa kejayaan peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Dan pereodisasi peradaban Islam tersebut, secara umum terbagi menjadi 3 periode, yang antara lain :
Periode klasik
Pada masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Sebelum wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bahwah kekuasaan Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan ekspansi keluar Arabia pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, hingga berlanjut pada kekhalifahan berikutnya.
Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa Umar bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara Bizantium di daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M), selanjutnya menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan tembok Babilonnya pada masa itu. Dan kekuasaan Islampun meluas hingga Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Tripoli dan Ciprus pun tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan politik pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.
Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini kekuasaan Islam semakin meluas, berawal dti Tunis, Khurasan, Afganistan, Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab, dan Multan. Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko, bahkan telah membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan Cordova sebagai ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti ini kekuasaan Islam telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya pada kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab, dengan demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari, hingga mendorong Imam Sibawaih menyusun Al-Kitab yang menjadi pedoman dalam tata bahasa Arab.
Pada saat itu pula (± abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam, dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila Majnun yang ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu kalam.
Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan Abd al-Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham. Sedangkan pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di Damaskus, Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-Aqsa di al-Quds (Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr, juga pembangunan istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir, seperti Qusayr dan al-Mushatta.
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan peradabannya terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi, perekonomian mengalami peningkatan dengan konsep perbaikan sistem pertanian dengan irigasi, dan juga pertambangan emas, perak, tembaga dan lainnya yang juga meningkat pesat. Bahkan perekonomian menjadi lebih baik setelah dibukanya jalur perdagangan dengan transit antara timur dan barat, dengan Basrah sebagai pelabuhannya.
Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi. Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada masa al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dengan menerjemahkan buku-buku  kebudayaan Yunani dan Sansekerta, dan berdirinya Baitu-l-hikmah sebagai pusat kegiatan ilmiahnya. Yang disusul kemudian dengan berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga dibangunnya sekolah-sekolah, hingga Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini dikatakan sebagai the golden age.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan sains dan filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah menelurkan aljabar dan algoritma, al-Fazari dan al-Farghani sebagai ahli astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haytam dengan teori optika (abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ar-Razi sebagai tokoh kimia yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad al-Baituni sebagai ahli fisika (abad IX), Abu al-Hasan Ali Masud sebagai tokoh geografi (abad X),  Ibnu Sina sebagai seorang dokter sekaligus seorang filsuf yang sangat berpengaruh (akhir abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf ternama dan terkenal di dunia filsafat Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi yang juga seorang filsuf Muslim.
Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar tentang keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam Malik, Imam SyafiI, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal ath-Thabari, sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Saad. Masih adalagi yang bergerak dalam ilmu kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha, Ibnu al-Huzail, al-Allaf, Abu al-Hasan al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan mistisisme seperti, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia sastra pun mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal melalui karyanya 1001 malam, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.
 Periode pertengahan
Pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam pada sekitar 1250-1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan Mongol, dan kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh  raja-raja Kristen yang bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.
Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi tonggak bejayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.
Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin yang beraliran Syiah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan berbatasan dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan pendirinya Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India Tengah, Malwa dan Gujarat. Di India, bahsa Urdu akhirnya menjadi bahasa kerajaan menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat beberapa bukti peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah, masjid-masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak diberikan perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk adalah sangat besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the patron of art. Ketiga kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik dan ekonomi. Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat jalur yang terbuka ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah Timur Jauh melaui Afrika Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di eropa mulai mencul negara-negara kuat, bahkan Rusia mulai maju di bawah Peter Yang Agung. Dan melalui peperangan, Usmani mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun ditaklukkan oleh Raja Afghan yang mempunyai perbedaan faham. Dan kerajaan Mughal India pecah dikarenakan terjadi pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan Inggris pun berperan menguasainya pada tahun 1857 M.
Periode Modern
Periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam, yang mana dengan berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata umat Islam akan kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Sebab Islam yang pernah berjaya pada masa klasik, kini berbalik menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi lebih maju dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya.
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad bin Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan Muhammad Iqbal di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan masih banyak lagi yang lainnya.


2.2  SEBAB SEBAB KEMUNDURAN PEMBARUAN ISLAM
A.  Menurunnya Kreativitas Keilmuan Umat Islam
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Quran dan hadits. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di dunia Islam zaman klasik, seperti Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria) dan Bactra (Persia). Di sana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani pada masa awal Islam- melahirkan pemikiran rasional di kalangan ulama Islam zaman klasik. Tapi, perlu ditegaskan di sini bahwa ada perbedaan antara pemikiran rasional Yunani dan pemikiran rasional Islam zaman klasik. Di Yunani tidak dikenal agama Samawi, maka pemikiran bebas, tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama, tumbuh, dan berkembang. Sementara pada masa Islam klasik pemikiran rasional ulama terikat pada ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan hadits.
Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang sekular, maka dalam Islam zaman klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para ulama dalam bidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber utama tersebut. Dengan demikian, dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang bertentangan dengan al-Quran dan hadits. Filsafat dan sains berkembang dengan pesat di dunia Islam zaman klasik ini- di samping ilmu-ilmu agama seperti tafsir, hadits, akidah, ibadah, muamalah, tasawuf, dan sebagainya. Perkembangan yang pesat ini bukan hanya di dunia Islam bagian timur yang berpusat di Baghdad, tetapi juga di dunia Islam bagian Barat, yakni Andalusia (Spanyol Islam) dengan kedua kotanya; Cordoba dan Sevilla.
Di zaman Islam klasik, Eropa sedang berada pada zaman pertengahan yang terbelakang. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa dari Italia, Prancis, Inggris, dan lain-lain, berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari sains dan filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ke tempat masing-masing membawa ilmu-ilmu yang mereka peroleh itu. Buku-buku ilmiah Islam mereka terjemahkan ke dalam bahasa latin.
Melalui mereka pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains dan filsafatnya dibawa ke Eropa, tetapi di sana menghadapi tantangan dari Gereja. Pertentangan itu membuat ulama sains dan filsafat di Eropa melepaskan diri dari Gereja dan pemikiran rasional di sana berkembang terlepas dari ikatan agama. Pemikiran rasional di Eropa pada zaman Renaisans dan zaman Modern kembali menjadi sekular seperti di zaman Yunani sebelumnnya. Pemikiran rasional sekular itu membawa kemajuan pesat dalam bidang filsafat, sains, dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang di sana, di dunia Islam zaman pertengahan berkembang pemikiran tradisional, menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini, para ulama bukan hanya terikat pada al-Quran dan hadits, tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama zaman klasik yang amat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, ruang lingkup pemikiran ulama zaman pertengahan sangat sempit. Mereka tidak punya kebebasan berpikir. Akibatnya sains dan filsafat, bahkan juga ilmu-ilmu agama, tidak berkembang di dunia Islam zaman pertengahan. Filsafat dan sains malahan hilang dari peredaran. Ini bertentangan sekali dengan keadaan di Eropa zaman modern di mana, seperti telah disinggung di atas, filsafat dan sains amat pesat berkembang dan jauh melampaui capaian dunia Islam.
Sementara itu, pendidikan dan pengajaran Islam pada masa itu- hanya berkutat pada materi-materi keagamaan. Lembaga-lembaga keagamaan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal semakin surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat Islam mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak lagi dikembangkan. Akibatnya, tidak ada lagi  ulama-ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-penemuan baru. Keterpesonaan terhadap buah pikiran masa lampau, membuat umat Islam merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Mereka tidak mau berusaha lebih keras lagi untuk memunculkan gagasan-gagasan keagamaan yang cemerlang. Usaha yang mereka tempuh hanyalah sebatas pemberian syarah atau taliqah pada kritik-kritik ulama terdahulu yang bertujuan memudahkan pembaca untuk memahami kitab-kitab rujukan dengan menjelaskan kalimat-kalimat secara semantik; atau menambah penjelasan dengan mengutip ucapan-ucapan para ulama lain.
Ketika umat Islam Timur Tengah menjalin kontak dengan Barat pada abad kedelapan belas Masehi- mereka amat terkejut melihat kemajuan Eropa. Mereka tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad kedua belas dan abad ketiga belas telah begitu maju, bahkan mengalahkan mereka dalam peperangan-peperangan seperti yang terjadi anatara Kerajaan Turki Utsmani dan Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad kesembilan belas merenungkan apa yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana umat Islam zaman klasik dulu. Maka lahirlah pembaruan Islam di Mesir seperti al-Thatthawi, Muhammad Abduh, dan Jamaluddin al-Afghani; di Turki dengan tokoh-tokohnya seperti Mehmet Sedik Rifat, Nemik Kamal. Di India seperti Ahmad Khan, Ameer Ali, dan Muhammad Iqbal. Semua pembaharu ini berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu umat Islam harus menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis zaman klasik Islam dengan perhatian yang besar pada sains dan teknologi.

B.  Kesatuan Integral; antara Agama dan Negara dalam Islam
Islam tidak memisahkan antara agama dan negara. Sebagaimana al-Quran membicarakan tentang Allah dan keesaannya, surga dan neraka, pahala dan dosa, juga menetapkan puasa dan shalat, serta menganjurkan umat Islam untuk berakhlak mulia. Ajaran Islam juga mensyariatkan tentang undang-undang jual beli, ijarah, hudud, hukum waris, masalah peperangan, problem solving rumah tangga, dan lain-lain.
Ketidakterpisahan itu, tergambar jelas pada keseharian Rasulullah, selain menjadi pemimpin umat, beliau juga memimpin pasukan, membuat perjanjian, melakukan pengiriman delegasi-delegasi negaranya ke wilayah lain. Demikian juga yang dilakukan oleh para khalifah sesudah beliau.
Oleh karena itu, sulit diterima akal sehat- kalau ada yang mengemukakan, bahwa ajaran agama adalah salah satu unsur penyebab kemunduran umat Islam. Padahal sebaliknya- justru agama sebagai faktor utama yang membuat perkembangan dan kemajuan peradaban Islam. Karena ajaran agama- menganjurkan umatnya untuk bekerja keras- agar meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Hal senada juga dikemukakan Maududi, bahwa pentingnya menjadikan Islam sebagai ideologi holistik. Dia mencela tradisi Islam dan institusi-institusi tradisional yang mencoba memisahkan agama dengan politik.  Baginya, agama dan politik (negara) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan komponen yang menyatu dengan kebenaran Islam. Oleh karena itu, upaya memaksimalkan dawah Islamiyah harus ditujukan pada sasaran utamanya yaitu mendirikan negara Islam.[
Hanya negara Islamlah yang mampu mengatasi berbagai macam problematika yang dihadapi umat Islam saat ini. Pandangan Maududi yang cukup radikal ini merupakan sintesa harmonis dan sinergis dalam rangka memetakan dawah dan politik dalam satu wilayah yang tidak dapat dipisahkan sama sekali.
C.   Islam Agama yang Sesuai dalam setiap Zaman dan Tempat
Dalam ajaran Islam ada adagium yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang selalu sesuai dalam setiap zaman dan tempat. Tetapi dalam prakteknya ada yang beranggapan- bahwa ajaran Islam itu tidak mungkin di praktekkan umat Islam selalu sesuai dengan zaman dan tempat di mana mereka hidup.
Padahal, sebagaimana yang dikemukakan ulama, bahwasanya ajaran tauhid dan akhlak yang baik adalah mutlak- dan tentu termasuk keberadaan akal yang sehat- karena sangat berguna bagi umat manusia. Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang diperuntukkan bagi kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, Islam sangat menghargai posisi akal dan mengajak umat manusia untuk mempergunakannya sebaik mungkin. Seperti yang disinyalir Allah Swt, dalam al-Quran Surat, Yasiin [36]: 68, sebagai berikut;Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan Dia kepada kejadian(nya). Maka Apakah mereka tidak memikirkan?, (QS. Yasiin [36]: 68).Al-Quraan Surah, Arrum [30]: 28, sebagai berikut;Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (QS. Arrum [30]: 28).
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya- bahwa ajaran Islam diturunkan ke muka bumi untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Hal itu ditandai dengan pembahasan ajaran Islam yang menyentuh seluruh ranah aspek kemanusiaan umat manusia. Diantaranya membahas hal-hal yang berkenaan dengan spiritual, civilization, konsep ketuhanan, kredo tentang surga, neraka, dan hari kebangkitan. Dalam urusan muamalah, misalnya membahas tentang jual beli, penggadaian, problem solving rumah tangga, harta warisan, dan lain-lain.
Tentunya, apabila peran akal sangat kurang dalam memahami dan menyelesaikan masalah-masalah diatas- pasti akan berdampak pada penyelesaian masalah tersebut yang tidak akan behasil dengan baik. Oleh karena itu, peran akal dalam menyelesaikan suatu persoalan sangat mendasar- agar pengetahuan yang dihasilkan bermanfaat dan tidak berujung pada kerusakan. Tidaklah berlebihan kalau Ahmad Syalabi menyatakan bahwa- akal dan wahyu sama sekali tidak bertentangan. Apabila terkesan terjadi pertentangan antara akal dan wahyu. Hal itu lebih disebabkan karena keterbatasan dan kelemahan akal dalam menafsikran ajaran suci wahyu. Oleh karena itu, suatu masalah yang dijelaskan wahyu- sudah bisa dipastikan, pasti menyuarakan kebenaran. Seperti perumpamaan mengenai hak waris suami terhadap isteri dan sebaliknya, kemudian berdasarkan pertimbangan akal tidak menerima ketentuan tersebut, karena pembagiaannya dianggap tidak adil. Maka sudah barang tentu- yang harus diikuti adalah wahyu. Karena hal ini menunjukkan kelemahan akal yang tidak mampu mengambil hikmah terdalam dari apa yang disyariatkan Islam.
D.   Hancurnya ketahanan moral umat Islam
Hancurnya ketahanan moral umat Islam, lebih disebabkan- karena umat Islam dihinggapi penyakit wahn(hubbundunya wa karahiyatul mauwt). Umat Islam dilanda sikap hidup berfoya-foya, korup, dan tidak dekat lagi dengan kehidupan para mustadhafin dan nasib yang menimpa para dhuafa. Ibnu khaldun mengemukakan, Kemewahan itu merupakan pertanda bahwa peradaban suatu bangsa yang dibangun akan mengalami kehancuran.
Musuh-musuh Islam melihat dengan jelas kerusakan dalam masyarakat Muslim. Dalam kaitan dengan runtuhnya Daulah Abbasiyah- duta dari Mongol, Hulaghu Khan, menggunakan argumen kaum Muslimin, yang didukung oleh referensi dari al-Quran Suci, untuk membenarkan tindakan mereka. Hulaghu Khan menulis surat, Doa-doa melawan kami tidak akan di dengar karena kalian telah memakan yang diharamkan dan kata-kata kalian kotor, kalian mengingkari sumpah dan janji, dan ketidakpatuhan dan perpecahan terjadi di antara kalian. Diingatkan bahwa kelompok kalian akan malu dan dihina. Hari ini kamu diberi azab yang menghinakan karena kamu berlaku sombong di muka bumi tanpa kebenaran dan karena kamu telah fasik (QS, al-Ahqaf [46]: 20. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. (QS, asy-Syuara [26]: 227). Hulaghu Khan memperkirakan dengan tepat, Kalian akan menderita malapetaka di tangan kami, dan tanah-tanah kalian akan kosong dari kalian. Hal yang penting bahwa banyak cendekiawan Muslim masa itu yang menentang penguasa Baghdad, bahkan bergabung dengan bangsa Mongol. Khawaja Nashiruddin Thusi, salah seorang cendekiawan Syiah termasyhur (1201-1274) dan dihormati oleh Imam Khomeini, juga bergabung dengan penakluk dari Mongol, Hulaghu, ketika dia melewati Iran dalam perjalanannya ke Baghdad. Ini menimbulkan tuduhan keterlibatan dalam penaklukan.
E.   Berkembangnya Sikap hidup Fatalistis
Berkembangnya sikap hidup fatalis umat Islam- yang bergantung dan mengembalikan segala keuntungan dan penderitaan kepada Tuhan. Sikap hidup yang fatalis ini ditandai dengan tidak lagi percaya kepada kemampuannya untuk maju atau mengatasi problem keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka lari dari kenyataan dan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Oleh karena itu, mereka masuk ke tarekat-tarekat sehingga tarekat sangat berpengaruh dalam hidup umat Islam. Dengan berdzikir dan berdoa sebanyak-banyaknya mereka berharap semoga Allah menghapus penderitaan mereka dan mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai umat Islam. Berpikir ilmiah dan pengembangan sains kurang mendapat perhatian. Karena itulah, berkembang tahayyul dan khurafat. Mereka percaya pada kekuatan syeikh-syeikh dan benda-benda keramat, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Ahmad Amin mengutip dari Muhammad bin Abd al-Wahhab:...Para wali itu didatangi dan dijadikan tempat bernazar. Banyak orang Islam yang percaya bahwa wali-wali itu mampu mendatangkan kebaikan dan bahaya. Kuburan-kuburan tidak terbilang jumlahnya yang dibangun di seluruh daerah Islam. Orang-orang datang ke sana, meminta berkah, merendahkan diri dihadapan-nya, dan meminta untuk mendapatkan kebaikan dan dijauhkan dari kesulitan. Di setiap tempat terdapat satu atau beberapa wali...
F.   Sikap Hidup Umat Islam yang kurang Toleran
Sikap-sikap tidak toleran dan fanatik kepada madzhab atau golongan sendiri itulah yang menyebabkan umat Islam mundur. Tidak saja karena sikap-sikap itu menyedot energi masyarakat, tapi juga memalingkan perhatian orang dari hal-hal yang lebih mendasar dan menentukan perkembangan dan kemajuan peradaban. Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, seorang tokoh pemikir Islam Zaman Modern dari Mesir (murid dan teman Syeikh Muhammad Abduh), dalam mukaddimahnya untuk penerbitan kitab al-Mughni (oleh Ibn Qudamah) menggambarkan sikap-sikap tidak toleran itu demikian:
“Mereka yang fanatik kepada madzhab itu mengingkari bahwa perbedaan adalah rahmat, semuanya bersikeras dalam sikap pastinya bertaqlid kepada madzhabnya, dan mengharamkan para penganutnya untuk mengikuti yang lain sekalipun untuk suatu keperluan yang membawa kebaikan. Sikap saling menjatuhkan satu sama lain sudah dikenal dalam buku-buku sejarah dan buku-buku lain, sehingga dapat terjadi bahwa sebagian orang Islam, jika mereka dapati penduduk suatu negeri bersikap fanatik kepada madzhab selain madzhab mereka sendiri, mereka pandang penduduk negeri itu bagaikan memandang onta yang penyakitan. Rasyid  Ridla juga menceritakan bahwa pada zaman Modern ini, di akhir abad ketigabelas Hijriah, di Tripoli, Syria, dan beberapa tokoh madzhab Syafii mendatangi mufti- dan dia adalah pembesar ulama di sana- agar ia membagi masjid setempat menjadi dua antara mereka dan para penganut madzhab Hanafi. Alasannya, tokoh tertentu dalam madzhab Hanafi itu memandang para penganut madzhab Syafii seperti ahl al-dzimmah (non-Muslim yang harus dilindungi) berdasarkan pendapat yang saat-saat itu menyebar luas bahwa seorang penganut madzhab Hanafi tidak dibenarkan nikah dengan seorang penganut madzhab Syafii. Para penganut madzhab Syafii itu diragukan imannya,  karena membolehkan orang mengatakan: Saya beriman, insya Allah. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai kepastian dalam iman mereka, padahal iman menuntut keyakinan- dan sebaliknya.
G.   Jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah
Jatuhnya kerajaan Abbasiyah oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol pada masa pertengahan abad ke-13 M., ketika kota Baghdad sebagai pusat ilmu dan kebudayaan hancur sama sekali. Sekitar 800. 000 penduduk Baghdad dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah penduduk diratakan. Dalam peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga nilainya.
Musnahnya beribu-ribu buku, baik buku-buku tentang keagamaan maupun ilmu-ilmu sains- mempengaruhi perkembangan intelektualisme Islam, apalagi yang menyangkut kelestarian ilmu-ilmu pengetahuan dan sains dalam Islam. Berbagai literatur sains telah lenyap. Sedangkan di kalangan masyarakat yang bebas dari bencana kaum Mongol tidak ada yang menguasai berbagai bidang sains dan  filsafat. Inilah salah-satunya yang mempersulit umat Islam untuk mengembalikan kekayaan intelektual yang berharga seperti pada masa kejayaan semula.Kehancuran Abbasiyah membuka kesempatan bagi orang-orang Turki untuk naik ke panggung sejarah politik Islam. Keturunan Hulaghukan mendirikan Kerajaan Turki di daerah-daerah yang mereka kuasai. Timur Lenk, keturunan Jengis Khan, membentuk Dinasti Timur Lenk di daerah Samarkand setelah menaklukkannya pada 1369 M. Di Asia Kecil, seorang keturunan Kepala Suku Turki, Usman, membangun dinasti yang dinamai Usmaniyah. Selain Asia Kecil, Dinasti Usmani mencapai sukses besar dalam mengembangkan wilayah kekuasaannya sehingga meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Suria, Libia, Tunis, Al-Jazair, Bulgaria, Yaman, Yugoslavia, Albania, dan Rumania.
Penguasa-penguasa Turki tersebut mengerahkan segenap perhatian mereka untuk kebesaran dan kejayaan politik. Mereka kurang begitu memperhatikan pemikiran dan ilmu pengetahuan. Memang mereka menyemarakkan pelaksanaan pengajaran dan pendidikan Islam, namun mereka juga terbawa oleh kondisi dunia Islam pada umumnya yang tidak peduli terhadap intelektual Islam. Di Irak juga berdiri kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi. Sedangkan di India terdapat kerajaan Islam yang besar seperti halnya Kerajaan Syafawi dan Kerajaan Usmani.Akan tetapi, kerajaan-kerajaan besar tersebut kurang antusias terhadap kehidupan pemikiran Islam. Meski mereka mempunyai kejayaan terutama dalam bentuk literatur, seperti diungkapkan oleh Harun Nasution, namun bobot dan jumlahnya tidak mengagumkan seperti pada masa sebelumnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Kurangnya perhatian penguasa-penguasa terhadap kehidupan intelektualisme menambah umat Islam semakin tidak bergairah untuk melahirkan karya-karya intelektual sehingga ilmu pengetahuan Islam mengalami stagnasi.
H.   Dikuasainya Sektor Prekonomian oleh Eropa
Eropa yang telah menemukan kebangkitan intelektual, mulai meninggalkan umat Islam. Bangkitnya rasionalisme dan intelektual telah menuntun orang-orang Eropa menemukan sumber-sumber kekayaan di luar Eropa, seperti Amerika, Australia, dan Timur Jauh. Penemuan Tanjung Harapan pada abad ke-15 M, oleh pelaut-pelaut Eropa Barat sangat memukul prekonomian Islam. Jalur perdagangan Timur Jauh dan Barat yang dahulu dikuasai oleh Islam karena harus melewati jalur darat milik Islam, berpindah melalui jalur laut melalui Tanjung Harapan sehingga negara-negara Barat dapat menggantikan kedudukan Islam sebagai penguasa perdagangan jalur Barat. Ekonomi yang meningkat dan pemikiran rasional yang berkembang baik membawa Eropa ke zaman modern yang ditandai dengan kemajuan dalam pemikiran dan sains serta teknologi. Setelah lama Eropa tak mempunyai adikuasa, mulailah muncul di sana pada abad kedelapan belas M. Dua adikuasa yaitu, Inggris dan Perancis.Ketiga adikuasa Islam, Kerajaan Turki Ustsmani, Safawi, dan Mughal kini menghadapi saingan. Sementara  itu, pemikiran rasional dan orientasi dunia, yang telah hilang dari dunia Islam- digantikan dengan pemikiran tradisional dan orientasi akhirat- tidak bisa mengembangkan sains dan teknologi. Di Eropa berkembang dengan cepat sains dan teknologi.Maka dalam persaingan ini Inggris dan Prancis dengan sains dan teknologi modernnya mengungguli ketiga adikuasa Islam tersebut. Persenjataan Kerajaan, Utsmani, Safawi, dan Mughal yang masih tradisional tak dapat mengimbangi persenjataan Inggris dan Perancis yang modern. Maka dalam peperangan-peperangan antara dunia Islam dan Barat, dunia Islam senantiasa mengalami kekalahan.
Jangankan melawan Inggris dan Prancis, melawan Spanyol dan Portugal, keduanya hanya merupakan dunia kecil, dunia Islam tak sanggup. Portugal menyerang dunia Islam sebagai balas dendam terhadap umat Islam yang menguasai daerah mereka di Eropa untuk lebih dari 700 tahun. Di Timur Jauh Spanyol dan Portugal dapat menjajah beberapa daerah seperti Filipina oleh Spanyol dan Timor Timur oleh Portugal.Kerajaan Mughal di India dihancurkan Inggris pada 1857 M. Kerajaan Safawi di Persia tidak dihancurkan baik oleh Inggris dan Prancis, tetapi jatuh dengan sendirinya. Raja-raja Persia sesudahnya tak pernah lagi membuat negara ini menjadi adikuasa.Kerajaan Utsmani dalam peperangannya dengan Eropa mulai dari abad kedelapan belas selalu mengalami kekalahan sehingga ia degelari The Sick Man of Europe,orang sakit Eropa. Tetapi, ia masih tetap bertahan sampai permulaan abad kedua puluh M. Kerajaan Turki Utsmani turut perang bersama Jerman melawan Inggris dan Prancis dalam Perang Dunia ke-satu, tetapi mengalami kekalahan. Di sini berakhirlah wujud Kerajaan Turki Utsmani dan sekaligus berakhir pula masa adikuasa Islam, untuk selanjutnya diganti oleh adikuasa dunia Barat.
Kekayaan yang melimpah membuat Eropa semakin kuat baik dalam politik, ekonomi, bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya, timbul tekanan Barat terhadap umat Islam. Semakin hari umat Islam dibuat lemah oleh Barat. Di kemudian hari, lahirlah upaya-upaya pembaruan atau modernisme di dunia Islam. Namun, mereka tetap belum mampu mengejar ketinggalan mereka dari Barat; dan akhirnya malah terjadi kolonialisme di beberapa wilayah yang mayoritas penduduknya umat Islam, misalnya Indonesia, Malaysia, India, Siria, dan Lebanon.
 Sunnatullah
Sungguh, keadaan umat Islam yang jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa lain memang sangat memilukan. Namun barangkali tida perlu disesali sedemikian rupa sehingga kita kehilangan kemampuan melihat ke depan dengan penuh harapan. Kemunduran dunia Islam dapat dilihat sebagai wujud operasi Sunnatullah. Salah satu unsur penting hukum itu ialah adanya prinsip perputaran (mudawalah). Yaitu, prinsip bahwa nasib umat manusia, tinggi dan rendah, terjadi secara berputar dan bergilir antara mereka, sehingga suatu bangsa atau umat adakalanya berada di atas (menang, unggul, maju, dll.) dan juga adakalanya di bawah (kalah, merosot, terbelakang, dll.), sebagaimana yang dikemukakan Allah Swt, dalam al-Quran Surah, al-Imran, [3]: 140-141 sebagai berikut;
 Jika luka (kesusahan) menimpa diri kamu, maka (ketahuilah) bahwa luka yang sama telah menimpa pula golongan yang lain. Dan begitulah hari (hisab) kami buat berputar di antara manusia, agar Allah memeriksa orang-orang yang beriman dan mengangkat mereka sebagai saksi-saksi. Allah tidak suka kepada orang-orang yang zalim. Dan juga agar Allah membersihkan mereka yang beriman, dan membinasakan orang-orang yang menentang kebenaran (kafir). (QS. al-Imran, [3]: 140-141).

Demikianlah gambaran umat Islam yang mengalami kemunduran tidak hanya dalam bidang pendidikan dan pemikiran tetapi juga pada aspek-aspek lainnya, seperti keagamaan, kemasyarakatan, politik, dan ekonomi- dan yang lebih menyedihkannya lagi umat Islam terjebak dalam kehidupan yang statis, jumud, dan terbelakang.
2.3  Perlunya Pemurnian dan Pembaharuan
Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki, SyafiI, Hanafi, dan Hambali.
Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.

2.4  Tokoh-tokoh Pembaharu dalam Dunia Islam

AL- TAHTAWI

Biografi
        Rifaah Badawi Rafi al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke sembilan belas di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, at-Tahtawi turut memainkan peranan.
Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan, dan meninggal di Cairo pada tahun 1873. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan yang dikuasai itu, ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun ia pergi ke Cairo untuk belajar di al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di al-Azhar pada tahun 1922.
B.  Pemikiran-pemikiran Pembaharuan.
1.  Jika umat Islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan yang terjadi  Barat (Eropa). Untuk itu umat Islam harus berani belajar dari Barat.
        2. Negara yang baik adalah Negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyat, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Firaun.
        3.  Kekuasaan Raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh Undang-undang Syariat yang yang dipimpin oleh majlis syura (ulama). Oleh karena antara Raja dengan ulama harus  bisa berunding untuk melaksanakan hukum syariat.
        4.  Umat Islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju di samping bahasa Arab. Bahasa Arab adalah berfungsi untuk memahami al-Quran dan al-Hadits, bahasa asing berfungsi untuk menerjemahkan dan memahami ilmu dan peradaban Barat.
        5.   Ulama Islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin umat Islam ketinggalan.
        6.   Umat Islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita.
 IR. SOEKARNO

A.  Biografi
      Ir. Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo pada tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya. Ibunya berasal dari Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya. Di sana Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu.
Soekarno seorang pribadi yang lengkap. Namanya harum di mana-mana. Soekarno tercacat sebagai salah satu fragmen dari The founding father Indonesia. Sikap revolusioner, berwibawa, tegas dan didukung pula oleh pemikiran yang brilian menempatkan beliau pada posisi penting dalam sejarah pemikiran politik Indonesia. Hasilnya, lahir ide besar Nasionalisme Indonesia. Menurut Soekarno, seorang nasionalis sejati adalah orang yang bersedia berbakti dan memperbaiki nasib kaum kecil dari segala kemelaratan serta melindungi rakyat dari penindasan.

B.  Pemikiran-pemikirannya.
Nasionalisme khas Indonesia, Soekarno menyebutnya dengan Marhaenisme. Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan negeri di dalam segalanya. Marhaenisme harus diperjuangkan secara revolusioner, Sehingga cara perjuangannya menghendaki hilangnya kapitalisme dan imperialisme di bumi Nusantara.
Marhaenisme lahir ketika Soekarno berumur 20 tahun. Pada waktu ia sedang enggan pergi kuliah dan bersepeda memutari Bandung Selatan, dan bertemu dengan seorang petani miskin bernasib malang bernama Marhaen. Terjadilah percakapan antara Soekarno dengan petani tersebut. Pembicaraan berbentuk imajiner, sehingga dari kejelian Soekarno dalam melihat realitas sosial masyarakat Indonesia, maka kemudian lahirlah ideologi Marhaenisme khas Indonesia.
Marhaenisme bertujuan untuk mengangkat derajat manusia. Marhaenisme adalah sosialisme-praktikal, dan tidak ada penghisapan tenaga seseorang terhadap orang lain. Soekarno juga mengatakan bahwa petani-petani menggarap sebidang tanah yang tidak luas. Mereka korban dari sistem feodal, di mana mulanya petani diperas oleh bangsawan sampai ke anak cucunya selama berabad-abad. Rakyat non petani pun menjadi korban dari imperialisme perdagangan Belanda. Nenek moyangnya dipaksa bergerak di bidang usaha kecil. Rakyat yang menjadi korban ini meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia. Marhaen bukan hanya kaum petani Proletar (kaum buruh) saja, tetapi kaum proletar dan kaum tani melarat Indonesia lainnya. Seperti pedagang kecil, kaum ngarit, kaum tukang kaleng, tukang grobak, kaum nelayan dan lain-lainnya.
Pemikiran nasionalisme Soekarno berbeda dengan nasionalisme yang berkembang di dunia Barat. Nasinalisme Barat mengecualikan pihak-pihak yang tidak sepaham dan terlibat, namun Nasionalisme Soekarno adalah Nasiolisme khas Timur, yaitu nasionalime yang bersatu dan bersama rakyat untuk membebaskan dari segala bentuk penindasan. Nasionalisme menurut Soekarno merupakan pilar kekuatan bangsa-bangsa terjajah untuk memperoleh kemerdekaannya. Dengannya, rakyat Indonesia dapat memenuhi syarat-syarat hidup merdeka baik bersifat kebendaan maupun spiritual.

Jamaluddin al-Afghani (1839-1897)
A.   Biografi
        Jamaluddin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain. Ia lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal pada tahun tahun 1897 di Istanbul, Turki.  Ia banyak berkiprah dalam pembaharuan yang lebih terfokus pada dalam bidang politik di samping persoalan keagamaan.
B.   Pemikiran-pemikiran pembaharuannya.
1.   Islam adalah agama yang sesuai dengan segala keadaan dan waktu. Islam merupakan agama yang mengajarkan dinamisme dalam berfikir dan berperilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.
2.    Islam bukanlah agama yang mengajarkan faham fatalis dan statis
        3.  Qadla dan Qadar Allah sesungguhnya merupakan sesuatu yang terjadi karena sebab musabab, bukan semata-mata  langsung dari Tuhan. Artinya, bahwa manusia bisa menentukan taqdirnya sendiri melalui usaha yang maksimal.
        4.    Lemahnya persaudaraan di kalangan umat Islam juga menyebabkan umat Islam mundur, dari kalangan awam sampai ulama hingga raja tidak ada lagi rasa persaudaraan, sehingga umat Islam lemah tidak memilki kekuatan untuk maju bersama.
5.  Sistem pemerintahan otokrasi harus diganti dengan demokrasi yang berdasarkan musyawarah.
6.  Umat Islam di setiap Negara harus membangun semangat nasionalisme dan internasionalisme agar umat Islam dapat bersatu. Hanya dengan persatuan umat Islamlah, Islam dapat berkembang dan maju, tetapi tanpa persatuan di kalangan umat Islam mustahillah kemajuan dapat diraih.

K.H AHMAD DAHLAN
 A.  Biografi
      K.H.  Ahmad Dahlan nama kecilnya Muhammad Darwis putra K.H. Abu Bakar, lahir tahun 1285 H / 1869 di Kauman Yogyakarta. Kedudukan ayahnya sebagai penghulu Kraton dan khatib Masjid Agung Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi yang bertujuan, anyebaraken piwucalipun Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Wonten ing karesidenan Ngayogyokarto. Sesuai dengan tujuan ini, nama yang dianggap tepat bagi organisasi ini adalah Muhammadiyah yang artinya umat Muhammad. Organisasi ini didirikan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 12 Nopember 1912 M.  di Yogyakarta.
B.  Pemikiran-pemikirannya
1.  Berkaitan dengan sosial kemasyarakatan yang ada di Jawa khususnya, Ahmad Dahlan menawarkan 3 konsep pemikiran, yaitu modernisme, tradisionalisme dan jawanisme. Menghadapi modernisme Dahlan menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah model Barat. Tradisionalisme disikapi Ahmad Dahlan dengan metode tabligh, yaitu mengunjungi murid-muridnya untuk melakukan pengajian, ini merupakan perlawanan terhadap pemujaan tokoh dan perlawanan terhadap mistisisme agama yang bertentangan ajaran Islam. Sedangkan dalam menghadapi jawanisme, Ahmad Dahlan menyikapinya dengan metode positive action yang mengedepankan amar maruf nahi munkar. Dengan metode ini Ahmad Dahlan menekankan bahwa keberuntungan hidup semata-mata kehendak Tuhan yang diperoleh manusia melalui shalat, bukan melalui jimat, pengeramatan kuburan, dan tahayul.
2.   Pembaharuan Islam dilakukan melalui agenda perbahan sosial dengan metode ijtihad dan tajdidnya. Ahmad Dahlan dalam melakukan proses ijtihad tanpa harus memperhatikan berbagai persyaratan yang ketat bagi seorang mujtahid. Hal penting dalam berijtihad adalah berpedoman kepada al-Quran dan al-Hadits.
3. Melakukan perbaikan kehidupan masyarakat Jawa agar sesuai dengan pemahaman Islam yang benar yaitu kembali kepada al-Quran dan al-Hadits, pemurnian ajaran tauhid dan tidak beriman secara taqlid.


K.H. HASYIM ASYARI
A.  Biografi
      K.H. Hasyim Asyari nama aslinya adalah Muhammad Hasyim, lahir di Demak pada tahun 1876 M. Dilihat dari silsilah, dapat diketahui bahwa M. Hasyim berasal dari keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Pendidikan  ke berbagai pesantren ditempuh Muhammad Hasyim mulai beranjak usia lima belas tahun, berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Dikabarkan bahwa beliau pernah belajar bersama-sama dengan K.H. Ahmad Dahlan di Semarang sebagai kawan sekamar.
     Muhammad Hasyim selama tujuh tahun bermukim di Mekkah, di antaranya berguru kepada Syeikh Mahfudz Al-Tarmisi (ahli Hadits) dan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau. Dari berbagai perjalanan mencari ilmu dari pesantren ke pesantren baik Indonesia maupun luar negeri pengetahuannnya pun semakin luas. Oleh karena itu, dada Muhammad Hasyim telah dipenuhi ilmu agama, sehingga beliau diberi gelar Kiai.
    Muhammad Hasyim mendirikan organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 M./ 16 Rajab 1344 H.  Berdirinya organisasi NU ini dilatarbelakangi berdirinya Komite Hijaz yang mengutus delegasinya ke Mekah untuk mewakili kepentingan-kepentingan tradisional dalam muktamar Alam Islami kedua tahun 1926 yang diselenggarakan di Saudi Arabia. Komite mengurtus delegasi yakni K.H. Bisri Syamsuri dan K.H. R. Asnawi untuk pergi ke tanah Hijaz, tapi kemudian gagal dilakukan karena keduanya ketinggalan kapal. Sebagai gantinya Komite Hijaz mengawatkan melalui telegram empat pesan untuk Raja Ibnu Saud, yaitu :
1. Meminta Raja Ibnu Saud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermazhab empat;
2. Memohon tetap diresmikannya tempat-tempat bersejarah yang telah diwakafkan untuk masjid, seperti kelahiran Siti Fatimah dan Khoizyran;
3.   Memohon agar disebarkan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum datangnya bulan haji mengenai hal ihwal haji, seperti ongkos haji dan syeikh haji;
      4.  Memohon semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis sebagai Undang-Undang, supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum tertulis.

B.  Pemikiran-pemikirannya
1.  Berusaha melestarikan ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal jamaah yang bermazhab, dalam bidang theologi  bermazhab kepada Abu Hasan Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi, dan bidang fiqh (hukum)  bermazhab kepada 4 mazhab, yaitu Abu Hanifah, Anas bin Malik, Muhammad Idris As Syafii dan Ahmad bin Hanbal, dan bidang tasawuf mengikuti tasawuf Imam Ghazali dan bidang tihariqah mengikuti Thariqoh Qadariyah dan Naqsabandiyah.
      2.  Melestarikan budaya dan adat istiadat yang memiliki kemanfaatan serta yang tidak bertentangan dengan aqidah islamiyah.
3. Ijtihad telah tertutup, dengan alasan persyaratan untuk menjadi seorang mujtahid harus memilki persyaratan yang cukup berat dan permasalahan hukum telah cukup betittiba/taqlid  kepada 4 mazhab
4. Di bidang pendidikan NU banyak mengelola pesantren sebagai basis perjuangan mengusir penjajah di samping sebagai tempat menuntut ilmu agama.
5.  Selain pesantren NU juga mendidrikan madrasah-madrsah, sebagai upaya pengembangan kemajuan terhadap system pesantren.

 
MUHAMMAD ABDUH



A.  Biografi
Ia  lahir di suatu desa (tidak jelas nama desanya) pada tahun 1849 M. Bapak Muhammad Abduhbernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai kepada Umar bin Khattab.
B.  Pemikiran-pemikirannya
Faktor penyebab terjadinya kemunduran di kalangan umat Islam adalah :
Paham jumud, yaitu paham yang beku, tidak berkembang, statis di kalangan umat Islam. Paham ini berpendapat, bahwa dalam ajaran Islam tidak perlu lagi didakan perubahan-perubahan sebab sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun.
Faham fatalis (jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu untuk merubahnya. Sikap fatalis ini sudah mewabah di kalangan umat Islam sebagai akibat faham tasawuf yang keliru yang berkembang sejak abad 11- 13 M. Umat Islam melakukan tasawuf  karena sikap frustasi dan putus asa sebagai akibat kekalahan politik umat Islam, terutama sejak hancurnya Baghdad pada abad XIII. Akibat dari perilaku tasawuf ini, umat Islam tidak lagi mencintai ilmu pengetahuan sebagaimana pernah terjadi pada abad II hijriyah ( abad VII M).
Paham taqlid yang sudah mewabah di kalangan umat Islam. Paham taqlid ini diakibatkan karena fanatik yang membabi buta terhadap mazhab, akibat dari paham taqlid ini mengakibatkan umat Islam tidak memiliki semangat untuk berijtihad, dan umat Islam menjadi terpecah-pecah dan sulit untuk disatukan kembali menjadi ummatan wahidah.
Umat Islam sudah tidak lagi memfungsikan peran akal secara maksimal, sehingga umat Islam lebih banyak tunduk pada keadaan dan pasrah kepada nasib. Menurut Muhammad Abduh, banyak sekali dalam ayat Al-Quran yang memerintahkan kepada umat Islam untuk menggunakan akalnya. Dari lemahnya akal ini mengakibatkan umat Islam mundur peradabannya dan tidak berdaya menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Barat  (Perancis dan Inggris).
C.  Problem solving :
Untuk memecahkan permasalahan umat Islam yang harus dilakukan adalah :
Membangkitkan kembali semangat ijtihad yang telah teetutup. Dengan ijtihad ummat Islam bekembang ilmu pengetahuan dan peradabannya.
Menghilangkan sikap fatalis (pasrah) pada keadaan di kalangan umat Islam, sebab Allah telah mencipakan akal yang memilki kemauan bebas (free will) dan free act (bebas berbuat) berdasarkan hukum sunnatullah (hukum sebab akibat).
Ummat Islam harus menguasai ilmu dunia sebagaimana Barat sehingga ummat Islam akan mengalami kemajuan dan kemenangan.
Muhammad Abdul Wahhab (1703-1787)

A.   Biografi
       Muhammad Abdul Wahhab dilahirkan di daerah Najd Saudi Arabia. Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Baghdad dan di sini ia memasuki hidup perkawinan dengan seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah isterinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke Hamdan dan ke Isfahan. Di kota yang tersebut akhir ini ia sempat mempelajari falsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau ia akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.
B.  Ajaran dan Pemikiran-pemikirannya
      Ajaran serta pemikiran Muhammad Abdul Wahhab yang paling mendasar dalam Islam adalah persoalan tauhid.
1.   Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah dan orang yang menyembah selain Allah telah menjadi musyrik, dan halal darahnya (boleh dibunuh).
2.   Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari Allah, tetapi dari syeikhatau wali dan dari kekuatan gaib. Orang Islam demikian juga telah menjadi musyrik.
3. Menyebut nama Nabi, syeikh atau malaikat sebagai perantara doa (permohonan)  juga syirik.
4.   Meminta syafaat selain dari Tuhan adalah syirik.
5.   Bernazar kepada selain dari Tuhan juga syiirk.
6.  Memperoleh pengetahuan selain dari al-Quran, hadits dan qiyas (analogi) merupakan kekufuran.
7.   Tidak percaya kepada qadla dan qadar Allah juga merupakan kekufuran.
8.  Demikian pula menafsirkan al-Quran dengantawil (interpretasi bebas) adalah kafir.
Adapun pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahhab yang memiliki pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah sebagai berikut :
1.  Hanya al-Quran dan al-Haditslah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam. Pendapat para ulama bukan merupakan sumber.
2.    Taqlid kepada ulama tidak dibenarkan.
3.    Pintu ijtihad tetap terbuka dan tidak tertutup.

 PEMBAHARUAN DI TURKI
(MUSTAFA KEMAL)

1.   Biografi
 Mustafa lahir pada di Salonika (Turki) pada tahun 1881 M. Ia diberikan gelar Attartuk yang artinya Bapak Turki. Gelar itu diperoleh karena ia telah menyelamatkan bangsa Turki dari penjajahan Barat yaitu, Yunani yang dibantu oleh tentara sekutu (Inggeris, Perancis dan Amerika), yang mendarat di Turki pada tanggal 15 Mei 1919 M.
Kelahiran Mustafa Kemal merupakan kebangkitan baru bagi bangsa Turki untuk mengusir penjajah dari bumi Turki. Di samping itu ia telah mengembalikan kejayaan bagi  Kerajaan Turki Usmani yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II. Abdul Hamid II adalah sosok sultan  yang diktator, namun kekuasaannya tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi kemajuan bagi bangsa Turki, sebab ia hanyalah boneka yang merupakan tangan panjang penjajah bangsa Barat.
Untuk melawan Sultan Abdul Hamid II, ia bersama dengan teman-temannya
( Ali Fuad, Rauf, dan Refat), mendirikan perkumpulan rahasia yang bernama Vatan ve Hurriyetyang berarti : Tanah Air dan Kemerdekan. Perkumpulan ini merupakan cikal bakal lahirnya Partai Nasionalis di Turki.
2.      Pergerakan  dan Pemikirannya.
a.  Pergerakan Mustafa Kemal
Setelah Mustafa Kemal menjadi seorang pemimpin dalam Partai Nasionalis Turki, untuk melawan Sultan Abdul Hamid II, ia mendirikan Pemerintah Tandingan di Anatolia. Ia dan kawan-kawan mengeluarkan maklumat yang berisi tentang pernyataan-pernyataan sebagai berikut :
1.  Kemerdekaan Tanah Air dalam keadaan  bahaya
2.  Pemerintah di ibu kota berada  di bawah kekuasaan sekutu dan  oleh karena itu tidak dapat menjalankan tugas.
3.  Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
4.  Gerakan-gerakan pembela tanah air yang telah ada harus dikordinir oleh suatu panitia nasional pusat.
5..  Untuk itu harus diadakan konggres.
     Atas usaha Mustafa Kemal dan teman-temannya itu dapat dibentuk Majlis Nasional Agung di tahun 1920. Dalam sidang di Ankara yang sekarang menjadi ibu kota Republik Turki ia dipilih sebagai Ketua. Dalam siding itu diputuskan hal-hal sebagai berikut :
Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki, bukan lagi di tangan sultan.
Majlis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi.
Majlis Agung Nasional bertugas sebagai badan legislatif dan eksekutif.
Majlis Negara yang anggotanya dipilih dari Majlis Agung Nasional akan menjalankan tugas pemerintah.
Ketua Majlis Agung  Nasional merangkap jabatan Ketua Majlis Negara.
Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis bergerak terus dan dengan perlahan-lahan dapat menguasai situasi, sehingga akhirnya Sekutu terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa de factodan dejure di Turki. Pada tanggal 23 Jui 1923 ditanda tangani Perjanjian Lausanue, dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan Internasional..
b.    Pemikiran-pemikirannya.
Dalam pemikiran tentang pembaharuan Mustafa Kemal dipengaruhi bukan oleh ide nasionalisme Turki saja, tetapi juga oleh ide golongan Barat. Turki dapat maju hanya dengan meniru Barat. Setelah perjuangan kemerdekaan selesai, demikian Mustafa Kemal, perjuangan baru mulai, yaitu perjuangan untuk memperoleh dan mewujudkan peradaban Barat di Turki. Peradaban Barat akan diambil bukan hanya sebagian, tetapi dalam keseluruhannya.
Di antara pemikiran-pemikirannya adalah :
1).  Perlu dihapuskannya jabatan Khalifah diganti dengan jabatan Presiden yang dipilih oleh rakyat.
2).   Negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama.
Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam Konstitusi di tahun 1937, barulah Republik Turki dengan resmi menjadi Negara sekuler.

RASYID RIDLO

A.  Biografi
Rasyid Ridla adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 M. di desa Al-Qalamun Libanon. Menurut riwayat ia berasal dari keturunan AL-Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia selalu memakai gelar Al- Sayyid di depan namanya
B.  Pemikiran-pemikirannya
Pemikiran Rasyid Ridla tidak jauh berbeda dengan sang guru (Muhammad Abduh). Menurut pendapat Rasyid Ridla, bahwa yang menyebabkan kemunduran umat Islam adalah sebagai berikut :
1.                   Tidak adanya semangat pemikiran dan penelitian (ijtihad) di kalangan umat Islam secara dinamis. Umat Islam beranggapan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Hilangnya semangat ijtihad ini bertentangan dengan hukum sunnatullah yang selalu berkembang dan  tidak pernah berhenti  Ajaran Islam yang tidak boleh dirubah adalah mengenai masalah ibadah, yang secara tegas sudah diatur secara jelas, (ibadah mahdlah). Akan tetapi mengenai persoalan muamalah (hubungan manusia dengan yang lain) seperti : ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, dll, akan selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, fiqh yang menyangkut persoalan kehidupan manusia dalam masyarakat tadi selalu membutuhkan ketetapan hukum baru yang bersumber pada ijtihad.
2.                    Faham fatalis (jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu untuk merubahnya. Sikap fatalis ini sebagai akibat tidak difungsikannya peran akal secara maksimal. Menurut Rasyid Ridla, akal adalah hidayah Allah ( disamping wahyu) yang berfungsi untuk mencari kebenaran terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat yang tertulis (Al-Quran) maupun ayat-ayat kauniyyah(alam semesta). Jika akal ini difungsikan oleh umat Islam, maka akan melahirkan segudang ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi. Tetapi sebaliknya, jika peran akal diabaikan maka akan terjadi kejumudan (kebekuan) di kalangan umat Islam.
3.       Untuk mewujudkan  kejayaan ummat Islam perlu digalang persatuan umat Islam, dan agar persatuan umat Islam terwujud perlu dibentuk khilafah islamiyah.  Rasyid Ridla tidak sependapat dengan gurunya (Muhammad Abduh) yang terlalu liberal (bebas) dan kebarat-baratan. Rasyid Ridla juga tidak sependapat dengan paham nasionalime yang berkembang di Negara Islam (terutama di Turki). Sebab nasionalisme tidak dikenal dalam Islam.  Menurut Rasyid Ridlo, apa yang berkembang di Barat sesungguhnya sudah ada dalam Al-Quran, tinggal bagaimana umat Islam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah. Menurut Rasyid Ridla, nasionalisme  hanya akan melumpuhkan semangat persatuan dan kesatuan umat Islam. Selain itu, ia berpendapat bahwa yang membuat umat Islam mundur, disebabkan karena berkembangnya paham-paham mistisisme dan sufisme yang bertentangan dengan ruh Al-Quran. Berkembangnya paham-paham itu membuat umat Islam tidak semangat untuk mempelajari dan mengkaji nilai-nilai Al-Quran yang bersifat universal dan up to date (modern).

SAYYID AHMAD KHAN
A. Biografi Singkat
 Ia lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad saw melalui Fatimah dan Ali. Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sewaktu berusia depalan belas tahun ia  masuk bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Tetapi di tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi.
B.  Pemikiran-pemikiran Pembaharuan
      1.  Bidang Politik  :
           a.  Peningkatan kemajuan umat Islam di India dapat diwujudkan bukan melawan penjajah Inggris, tetapi harus bekerja sama dengan Inggris sebagaimana yang dilakukan umat Hindu.
           b.  Umat Hindu lebih maju peradabanya dari pada umat Islam sebab umat Hindu lebih senang  bekerja sama dengan Inggris.
     c. Inggris maju dalam hal peradabannya karena lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu umat Islam harus belajar Iptek dari penjajah  Inggris.
     d. Memberontak atau melawan Inggris tidak ada artinya apabila umat Islam belum mampu melawan.
      e. Berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa umat Islam bukan musuh tetapi umat yang cinta damai.
f. Umat Islam adalah satu umat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan umat Hindu, oleh karena itu umat Islam harus memiliki Negara sendiri.
2.  Bidang agama  :
     a.   Umat Islam mundur dikarenakan faham fatalist (jabbariyah), yaitu paham bahwa nasib manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak sanggup merubahnya. Akibat dari paham ini menyebabkan umat Islam tidak memiliki kemauan keras untuk maju, pasrah tanpa usaha serta lebih senang menyerahkan persoalannya kepada Tuhan.  Padahal Tuhan telah memberikan akal dan potensi lain yang dianugerahkan kepada manusia untuk mencapai kemjuan-kemajuan.
b.  Sebenarnya manusia diberikan kebebasan untuk memaksimalkan peran akalnya (free will) dan berbuat sesuatu secara bebas (free act) namun tetap dalam koridor tauhid kepada Allah dan tidak bertentangan dengan hukum Allah.
c.     Kebebasan dalam berfikir umat Islam terhenti karena pendapat, bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Akibat dari pendapat ini umat Islam tidak memiliki gairah untuk menemukan teori-teori baru melalui jalan ijtihad sebagaimana telah terjadi pada abab II H, di mana umat Islam pernah mencapai kejayaan di semua bidang pengetahuan.
d.    Dalam kehidupan ini, Allah telah menentukan hukum alam (nature law) yang telah ditetapkan sesuai kehendaknya. Hukum itu berupa hukum sebab akibat yang berlaku bagi setiap orang /manusia. Dalam menentukan hukum alam ini , manusia diberikan kebebasan untuk memilih (ikhtiyar) antara baik atau jelek, dan antara maju atau mundur.
 
MUHAMMAD IQBAL
A. Biografi Singkat
Muhammad Iqbal  adalah The founding father of Pakistan (Bapak pendiri Pakistan), seorang filosof serta penyair. Ia berasal  dari keluarga golongan menengah di Punjab dan lahir di Sialkot pada tahun 1876. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar di sana sampai ia memperoleh gelar kesarjanaan MA.  Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang Orientalis, yang menurut keterangan, mendorong pemuda Iqbal untuk melanjutkan studi di Inggris. Di tahun 1905 ia pergi ke Negara ini dan masuk ke Universitas Cambridge untuk mempelajari filsafat, Dua tahun kemudian dia pindah ke Munich di Jerman, dan di sinilah ia memperoleh gelar Ph.D (Philosophy of Doctor)  dalam tasawuf.  Tesis doctoral yang dimajukannya berjudul : The Development of Metaphyscs in Persia.
Pada tahun 1908 ia berada kembali di Lahore dan di samping pekerjaannya sebagai pengacara ia menjadi dosen falsafat. Bukunya The Reconstruction of Religius Thought in Islam adalah hasil ceramah-ceramah  yang diberikannya di beberapa  universitas di India.
B.  Pemikiran-pemikirannya
1.  Bidang agama
a.   Ajaran Islam itu bersifat dinamis tidak statis. Dalam Islam ada ungkapan :
       Al- Islam shalih li kulli zaman wa makan (Islam itu fleksibel dalam sitiuasi dan kondisi apapun).
b.      Barat maju karena pemikiran Barat selalu dinamis, tidak pernah berhenti. Barat sangat cinta ilmu pengetahuan dan senantiasa berijtihad (mengadakan research/penelitian).
c.       Umat Islam agar senantiasa menciptakan ide-ide baru dalam dunia baru, tidak boleh pasrah terhadap keadaaan dan tidak boleh lama-lama tidur. Umat Islam harus bangkit dari tidurnya. Dalam pandangan Iqbal, bahwa orang kafir yang aktif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur. (pemikirannya serta malas usaha).
2.   Bidang Politik  :
a.       Umat Islam bisa maju harus hidup dalam satu ikatan umatan wahidah, yaitu adanya Pemimpin Islam dunia untuk menyatukan umat Islam.
b.      Iqbal menolak nasionalisme Barat yang membuat umat Islam terpecah-pecah menjadi negara negara kecil. Negara boleh beda, tetapi bangsa tetap satu yaitu umat Islam.
c.       Iqbal menolak kapitalisme dan imperialisme  Barat yang  menyengsarakan bangsa-bangsa, sebaliknya Iqbal lebih tertarik sosialisme yang berkembang di Barat, sebab sosialisme identik bahkan sebagian dari ajaran Islam.
d.      Nasionalisme yang berkembang di India yang terdiri dari dua kekuatan yaitu Islam dan Hindu ia setuju, tetapi sulit untuk diwujudkan. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa umat Islam di India harus memilih antara tetap hidup di India dengan tetap menjadi kaum minoritas, atau memisahkan diri dari India dengan memiliki Negara dan kekuasaan sendiri. (ini merupakan embrio kelahiran Negara Pakistan).































BAB  III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
1.            Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
2.            Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan terarah.
3.           Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan  menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.

B.      SARAN
Kami bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Kami akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.


























DAFTAR PUSTAKA

http://mukhamadumar.blogspot.co.id/2013/12/para-tokoh-pembaharuan-dalam-dunia-islam.html
Ahmad Syalabi, al-Mujtama Islami,Kairo: Maktabah an-Nahdhoh Mishriyah, 1958
Ahmed, Akbar S., Discovering Islam, Making Sense of Muslim History and Society, Terjemah, Zulfahmi Andri, New Delhi: Vistaar Publication, 1990
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Cet. I, 1997.
al-Andalusi, Shaid, Kitab Thabaqat al Umam, ed. L. Cheiko, Beirut: al-Mathbaat al-Katsulikiyah, 1912.
al-Asyqar, Umar Sulayman, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, Kuwait: Maktabah al-Falah, Cet. I, 1982.
Madid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, Cet. I, 1996.
Raliby, Osman, Ibnu Chaldun tentang Masyarakat dan Negara, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I, 1961.
Sunandari, Muhammad, Konsep Dawah Islamiyah Menurut Abu al Ala al-Maududi,Dawah Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. X, No. 2, Jakarta: Fakultas Dawah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

[1] Nurcholis Madid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997),  hal. 9.
[2]Shaid al-Andalusi, Kitab Thabaqat al Umam, ed. L. Cheiko (Beirut: al-Mathbaat al-Katsulikiyah, 1912), hal. 8-9. Lihat juga, Philip K. Hitti, Islam and the West, (Princeton, New Jersey: D. Van Nostrand Co., 1962), hal. 166. Lihat juga, Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997), hal. 10.
[3] Lihat, Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, Cet. I, 1996), hal. 7.
[4]Ibid., hal. 7.
[5] Ibid., hal. 8.
[6] Lihat, Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV, 1995),  hal. 110.
[7] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, Cet. I, 1997), hal. 120.
[8]Ahmad Syalabi, al-Mujtama Islami,(Kairo: Maktabah an-Nahdhoh Mishriyah, 1958), hal. 146.
[9] Ibid., hal. 146.
[10]Ibid., hal. 147.
[11]Muhammad Sunandari, Konsep Dawah Islamiyah Menurut Abu al Ala al-Maududi,Dawah Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. X, No. 2, (Jakarta: Fakultas Dawah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), hal. 140.
[12]Ibid., hal. 140.
[13]Lihat, Ahmad Syalabi, op. cit., hal. 148.
[14]Ibid.,hal. 148.
[15]Ibid., hal. 149.
[16]Ibid.,hal. 156.
[17]Osman Raliby, Ibnu Chaldun tentang Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang, 1961),  hal. 242.
[18]Akbar S. Ahmed, Discovering Islam, Making Sense of Muslim History and Society, Terj.  Zulfahmi Andri, (New Delhi: Vistaar Publication, 1990), hal. 86-87.
[19] Ibid., hal. 87.
[20]Hanun Asrohah, op.cit., hal. 126.
[21]Umar Sulayman al-Asyqar, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, (Kuwait: Maktabah al-Falah, 1982),  hal. 172. Lihat juga, Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997), hal. 83.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1 (Jakarta: Amzah, 2009)
Ansary, Abdou Filali, Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke mana?, terj. Machasin, (Bandung : Mizan, 2009)
Hanafi, Hassan, Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat,(Jakarta : Paramadina, 2000)
Hodgson, Marshal G.S, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002)
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2 (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009)
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Global Pustaka Utama, 2004)
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003)
Nasr, Seyyed Hossein, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003)

[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2 (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 8.
[2] Ibid,hlm. 36
[3] Seyyed Hossein Nasr, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003), hlm. xviii
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1 (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 20-45.
[5] Marshal G.S Hodgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002), hlm. 236.
[6] Samsul Munir Amin, hlm. 45.
[7] Samsul Munir Amin, hlm. 32.
[8] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003) hlm. 85.
[9] Abdurrahman Masud, Islam dan Peradaban (sebagai pengantar), dalam  Samsul Munir Amin, hlm. x.

http://publik-syariah.blogspot.co.id/2010/08/pengertian-dan-tujuan-pembaharuan-hukum.html

Komentar

Postingan Populer